Pelaksanaan Akad Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet pada Perbankan Syariah dan Pengaturannya di Indonesia

Sistem perbankan Indonesia menganut dual banking system. Perbankan konvensional dan perbankan syariah menjadi bagian dalam sistem perbankan nasional dan dijalankan dengan manajemen dan operasional yang terpisah. Perkembangan praktik perbankan syariah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan adanya pelaksanaan mudharabah muqayyadah off balance sheet. Perbankan syariah dalam akad ini bertindak sebagai perantara (arranger) antara shahibul mal dan mudharib, dimana  transaksi ini tidak dicatatkan di dalam neraca bank, namun dicatat pada neraca khusus di luar itu. Hal ini sangat menarik untuk diteliti mengingat belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai akad mudharabah muqayyadah off balance sheet ini dan mengingat perbankan syariah sangat rentan terhadap berbagai macam risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data dikumpulkan dari bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan untuk selanjutnya diolah dan dianalisis secara yuridis kualitatif. Pelaksanaan akad mudharabah muqayyadah off balance sheet pada perbankan syariah dihubungkan dengan ketentuan prinsip syariah adalah memposisikan bank sebagai channeling agent yang menerima kuasa dari investor dan pelaksanaannya telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksankan kegiatan usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Wakalah. Implikasi hukum pelaksanaan akad mudharabah muqayyadah off balance sheet terhadap manajemen risiko dan tingkat kesehatan perbankan syariah adalah berkaitan dengan risiko operasional, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan yang dapat mempengaruhi peringkat komposit tingkat kesehatan bank.