VERIFICATION OF KEJIBELING LEAF EXTRACT IN IMPROVING THE IMMUNE SYSTEM

Antibacterial resistance to antibiotics is a problem both in the developing and developed countries. The aim of this experiment is to study the effect of S. crispus on phagocytosis and ROI of macrophage in mice peritoneum which infected with S.aureus. The research in 2014 used a post test only control group design consist of 24 male swiss mice which randomly signed into four group,control group(K) was infected by S.aureus but not given an extracts. Treatment group (P1,P2,P3) were infected by S.aureus 108cfu/mL and fed with S.crispus extracts at different dosages(150;300;600mg/kgbw). To analyzed the machropage phagocytosis activity by Anova and Kruskal wallis. The machropage phagocytosis activity on the Post Hoc using LSD test resulted in significant difference control group(K) and treatments(P1,P2,P3). This research also found an insignificant difference between P1 and P3(p:0.150);P2 and P3(p:0.646). ROI production on Post Hoc test using mann whitney resulted in a significant difference between groups (p:0.05). The 150mg/kgbw S.crispus extract were capable of enhancing machropage phagocytosis and ROI production in a significant manner. © 2016 Universitas Negeri Semarang  Alamat korespondensi: Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Jalan Dr. Kariadi, Semarang Email : sutini.mgt@gmail.com ISSN 1858-1196 97 KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx H2O2 berperan sangat penting dalam bacterial killing oleh makrofag terhadap S.aureus karena bersifat bakterisid (Baratawudjaja, 2009). Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang biasanya diwariskan secara turun temurun dan belum teruji secara ilmiah. Untuk itu diperlukan penelitian tentang obat tradisional, sehingga nantinya obat tersebut dapat digunakan dengan aman dan efektif. Sekitar 80% individu dari negara berkembang menggunakan pengobatan tradisional dengan bahan yang berasal dari tanaman obat. Penggunaan ekstrak dan zat fitokimia tanaman yang memiliki kandungan antimikroba dapat menjadi dasar penemuan antibiotik baru dalam terapi kasus infeksi bakteri (Nugrahani, 2012). Ekstrak daun kejibeling memiliki aktivitas yang tinggi sebagai antibakteri, secara invitro terbukti terhadap bakteri S.aureus dan Bacillus cereus (Muskhazli, 2009). Aktivitas antibakteri yang tinggi dari ekstrak daun S. crispus karena adanya beberapa senyawa kimia dalam ekstrak daun ini, seperti polifenol, catechin, kafein, alkaloid, tanin, β-sitosterol, dan stigmaste. Penelitian lain mengenai uji toksiksitas daun kejibeling sudah pernah diteliti dengan menunjukkan pertumbuhan normal dan sehat tanpa tanda-tanda toksisitas pada hewan coba (Nurraihana, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek ekstrak daun kejibeling terhadap peningkatan aktifitas fagositosis makrofag dan produksi ROI makrofag pada mencit putih Strain Swiss yang diinfeksi bakteri S.aureus, sehingga diharapkan dapat menjadi landasan untuk bekal penelitian lebih lanjut pada manusia. Metode Tiga puluh mencit putih galur swiss (jenis kelamin jantan, umur 8-10 minggu, berat badan 20-30 gram) dibagi secara acak dalam empat kelompok masing-masing 6 ekor. Kelompok kontrol (K), hanya diberi pakan dan minum standar. Pada kelompok perlakuan (P1,P2,P3), mencit diinfeksi bakteri S.aureus kemudian diberi ekstrak daun kejibeling dengan dosis bertingkat 150; 300; 600 mg/kg BB. Dosis berdasar penelitian sebelumnya yang digunakan untuk mengukur toksisitas ekstrak Pendahuluan Infeksi nosokomial sering terjadi di ruang rawat inap. Bahkan negara besar seperti Amerika mengeluarkan dana sebesar $ 4,1 miliar $11 miliar untuk mengatasi dua juta pasien/ tahun yang terserang infeksi nosokomial. Banyaknya bakteri yang ditemukan resisten terhadap antibiotik dianggap sebagai penyebab infeksi nosokomial dan salah satu bakteri yang teridentifikasi sering menyebabkan infeksi nosokomial yaitu Staphylococcus aureus sebesar 21,7%. Saat ini diketahui sekitar 40% bakteri S.aureus yang dapat diisolasi di rumah sakit resisten terhadap beberapa jenis antibiotik turunan β-laktam dan sefalosporin, tetapi masih sensitif terhadap antibiotik vankomisin dan klindamisin. Staphylococcus adalah bakteri intraseluler, sehingga sistem imun seluler berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit ini. Fagosit baik mononuklear maupun polimorfonuklear berperan dalam menghambat replikasi bakteri. Sel-sel imunokompeten dapat membunuh mikroba dengan dua cara yaitu fagositosis bakteri intraseluler oleh makrofag dan lisis sel yang terinfeksi oleh limfosit T dan sel NK (Christian, 2008). Dalam proses fagositosis terdapat tiga fase yaitu fase pengenalan, degranulasi, dan pembunuhan atau killing. ROI (Reactive Oxygen Intermediate) terdiri atas radikal peroksida, radikal hidroksil dan singlet oksigen, ROI sangat reaktif dalam proses membunuh bakteri. Prosesnya sendiri terjadi beberapa saat setelah fagositosis dan dikenal sebagai respiratory burst (percepatan respirasi) yang terjadi karena stimulasi jalur metabolik (Baratawidjaja, 2009). Respiratory burst dimulai dengan adanya perubahan O2 menjadi O2 dengan bantuan enzim NADPH oksidase, kemudian dalam reaksi yang dikatalisis oleh Superoksida Dismutase (SOD), dua molekul yaitu masingmasing H+ dan Odan membentuk H2O2, sedangkan di netrofil H2O2 tersebut akan dikonversi membentuk molekul bakterisidal oleh enzim Mieloperoksidase (MPO). Dengan adanya Fe2+ maka O2 dan H2O2 akan bereaksi membentuk OH dan O2 (singlet oksigen) yang sangat reaktif sebagai bakterisid. Dikatakan bahwa molekul-molekul diatas khususnya