The Directorate of Forestry has several strategies to take advantage of the return of land former tambang timah in Bangka Island. This research analyzes some criteria for meenentukan best decision-making model that will be implemented in Bangka Island. Criteria used is the location of the mines that consists of the mainland, rivers and the coastline. The other criteria is the impact on the environment which consists of; damage coastal ecosystem, source that is already polluted, topography changes the coastline, tailings, desert, and erosion. The last criteria used is technology improvement of land that consists of; agricultural technology using organic fertilizer and using compost to reduce the level of lead in under water as media fish cultivation. While an alternative that will be used to restore the function of forests in Bangka Island is agroforestry schemes under community management, ecotourism, silvopastura, and silvofishery. This research uses the methodology Analytical Hierarchy Process (AHP) which uses multiple criteria to select a number of alternatives by comparing the level of tree. Data processing result indicates that the criteria most subject is technology improvement of the land with the weight of the reach 48,9% and alternative chosen are agroforestry schemes under community management with the weight reached 33.1%. Abstrak Setelah masa kejayaan timah berlalu dari Pulau Bangka, maka saat ini Pulau Bangka harus berusaha membenahi peninggalan penambangan timah yang telah berlangsung lama. Masalah besarnya adalah rusaknya ekosistem baik itu di darat, sungai, maupun di pesisir pantai. Selain itu areal bekas tambang timah ternyata cukup luas dan seharusnya dapat dimanfaatkan kembali untuk kesejahteraan masyarakat Pulau Bangka. Direktorat Kehutanan mempunyai beberapa strategi untuk memanfaatkan kembali lahan bekas tambang timah tersebut. Penelitian ini menganalisa beberapa kriteria untuk meenentukan model pengambilan keputusan terbaik yang akan dilaksanakan di Pulau Bangka. Kriteria– kriteria yang dianalisa adalah lokasi tambang terdiri dari lokasi daratan, sungai, dan pesisir pantai. Kriteria lainnya adalah dampak lingkungan yang terdiri dari rusaknya ekosistem pesisir, cemarnya sumber air bersih, perubahan topografi garis pantai, limbah tailing, padang pasir, dan erosi. Kriteria terakhir yang dianalisa adalah teknologi perbaikan lahan yang terdiri dari, teknologi pertanian dengan amelioran pupuk organik dan menggunakan kompos untuk menurunkan kadar timbal dalam air kolong sebagai media budidaya ikan. Sedangkan alternatif – alternatif yang akan dipilih untuk mengembalikan fungsi hutan di Pulau Bangka adalah agroforestri, ekowisata, silvopastura, dan silvofishery. Penelitian ini menggunakan metodologi Analytical Hierarchy Process (AHP) yang menyusun beberapa criteria untuk memilih beberapa alternatif dengan membandingkan tingkat kepentingannya. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kriteria paling penting adalah teknologi perbaikan lahan dengan bobot mencapai 48,9% dan alternatif yang terpilih adalah agroforestri dengan bobot mencapai 33,1%. Kata Kunci Pulau Bangka, tambang timah, Analytical Hierarchy Process, teknologi perbaikan lahan, agroforestri. I. PENDAHULUAN Pulau Bangka adalah salah satu pulau di Indonesia yang terkenal sebagai salah satu pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Kegiatan penambangan timah sudah berlangsung cukup lama di Pulau Bangka. Sejarah mencatat penambangan sudah dimulai sejak awal abad ke–18. Dan sejak sekitar tahun 1950-an pertambangan timah di Pulau Bangka di kelola oleh PT. Timah. Pengelolaan dan pemanfaatan timah sebagai bahan tambang di Pulau Bangka sejatinya hanya menguntungkan sebagian orang saja. Masyarakat Pulau Bangka yang tidak punya akses terhadap pertambangan timah tidak dapat menikmati keuntungan dari usaha tambang tersebut. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa sumber daya alam dikuasai Negara, dan digunakan sebesar–besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Secara detil pemanfaatan sumber daya alam dan mineral juga diatur dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara [23]. Setelah timah dieksploitasi secara berlebihan selama bertahun– tahun, dampak negatif yang sekarang tertinggal adalah kerusakan lingkungan yang meliputi kerusakan struktur tanah, tercemarnya sumber mata air, laut, dan timbulnya cekungan bekas galian tambang yang kemudian disebut ‘kolong’ oleh masyarakat Bangka. Pencemaran lingkungan yang juga akibat dari penambangan timah lepas pantai adalah perubahan topografi pantai dari landai menjadi curam. Konsekuensi perubahan topografi pantai meningkatnya potensi abrasi pantai dan mendorong perubahan garis pantai semakin menjorok ke daratan. Selain itu aktivitas penambangan juga mencemari sumber air karena proses mengeruk dan pembuangan sedimen menyebabkan perairan di sekitar lokasi tambang sangat keruh dan tidak dapat lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari – *) penulis korespondensi (Hilyah Magdalena) Email: hilyah@atmaluhur.ac.id Jurnal Informatika:Jurnal Pengembangan IT (JPIT) , Vol. 02, No. 02, Juli 2017 ISSN: 2477-5126 e-ISSN: 2548-9356 Hilyah Magdalena: Model Pengambilan Keputusan Untuk .... 28 hari. Kekeruhan air ternyata dapat mencapai radius yang cukup jauh saat materi sedimen sisa penambangan timah terbawa arus laut. Akibat berantai dari penambangan timah di laut adalah rusaknya terumbu karang. Dalam jangka panjang akibat pencemaran akan merusak ekosistem, merusak keberagaman flora dan fauna khas Pulau Bangka, rusaknya akosistem hutan, sungai, dan lepas pantai. Dampak kerusakan lingkungan semakin terasa beberapa tahun terakhir ini bersamaan dengan semakin padatnya penduduk Pulau Bangka, tata kelola kota dan perubahan serta pengalihan fungsi hutan menjadi perumahan telah mengakibatkan bencana banjir besar di Kota Pangkalpinang pada awal tahun 2016 Penanganan lahan bekas tambang di Pulau Bangka yang sebagian dikelola oleh Direktorat Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIII Pangkalpinang. Melalui program Rencana Pengelolaan Hutan (Kegiatan Pengelolaan Hutan Produksi/KPHP) Sigambir–Kotawaringin Kabupaten Bangka. Mengubah lahan kritis bekas tambang timah menjadi hutan produksi dapat memberikan beragam keuntungan untuk masyarakat. Untuk saat ini Direktorat Kehutanan untuk wilayah Bangka Belitung telah membuat model pengelolaan lahan menjadi hutan lindung. Dalam mengelola lahan bekas tambang timah menjadi hutan lindung ternyata terdapat beberapa model yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi lahan yang ada di Pulau Bangka. Pilihan pengelolaan hutan lindung dapat berupa agroforestri, ekowisata, silvopastura, dan silvofishery. Berdasarkan adanya beberapa pilihan tersebut, maka penelitian ini mempunyai rumusan masalah, bagaimana menentukan model pengambilan keputusan untuk mengembalikan fungsi hutan pasca reklamasi bekas tambang timah di Pulau Bangka, dan berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini mempunyai masalah penelitian, sulitnya menentukan kriteria – kriteria apa saja yang tepat untuk menganalisa model pengambilan keputusan dalam upaya mengembalikan fungsi hutan bekas tambang timah. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pengambilan keputusan yang dibangun dengan Analytical Hierarchy Process untuk menentukan alternatif paling tepat untuk mengembalikan fungsi hutan lindung di Pulau Bangka. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi pendukung keputusan bagi Direktorat Kehutanan yang berwenang menangani dan mengawasi fungsi hutan lindung di Pulau Bangka agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang luas bagi masyarakat. II. PENELITIAN YANG TERKAIT Sebagai Provinsi yang tergolong baru namun mempunyai sejarah penambangan timah yang cukup panjang, saat ini Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat bekerja sama untuk mencari cara paling efektif dalam mengatasi kerusakan ekosistem akibat penambangan dan berupaya memanfaatkan lahan kritis tersebut agar kembali memberikan nilai ekonomi tinggi bagi masyarakat. Selain di Pulau Bangka, ada beberapa daerah di Indonesia uang juga mengalami kerusakan ekosistem akibat penambangan serta upaya memanfaatkan kembali lahan kritis bekas tambang tersebut. Penelitian pertama ini menjelaskan bahwa upaya reklamasi lahan bekas tambang oleh PT. PIPIT MUTIARA JAYA di Kabupaten Tana Tidung Kalimantan Utara harus sesuai pedoman yang diberikan Pemerintah melalui Permenhut No. P.60 Tahun 2009 [1]. Sedangkan upaya memanfaatkan lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian harus memperhatikan aspek teknis dan non teknis serta teliti dalam menentukan lahan bekas tambang tersebut cocok untuk ditanami tanaman pangan, perkebunan, perikanan, agrowisata [2]. Kemudian menurut [3], program reklamasi pasca tambang timah yang dilaksanakan di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka tidak efektif, hal ini karena masyarakat masih menambang timah secara inkonvensional (Tambang Inkonvensional) di lahan reklamasi PT. Timah. Secara spesifik masalah lanjutan terkait penambangan timah di Pulau Bangka yang masih berlanjut sampai saat ini adalah adanya tambang timah inkonvensional yang dilakukan secara ilegal oleh masyarakat [4]. Mengingat lokasi tambang timah di Pulau Bangka tersebar dihampir semua kabupaten, penelitian [5] khusus mengulas tentang analisis ekonomi tambang inkonvensional yang ada di kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka. Upaya meminimalkan akibat negatif penambangan sistem terbuka konvensional (tambang inkonvensional) dapat dilakukan dengan menambang dengan teknik blok yang dilakukan dari lereng terbawah untuk menghindari erosi, segera lakukan reklamasi dan reklamasi dilakukan dengan membentuk permukaan tanah menjadi terasering, membangun kembali lapisan tanah atas (top soil) dengan komposisi pupuk hayati, serta memulihkan kesuburan tanah dengan memanfaatkan cacing sebagai bioherabilitasi [6]. Berdasarkan hasil penel
[1]
T. Saaty.
How to Make a Decision: The Analytic Hierarchy Process
,
1990
.
[2]
Thomas L. Saaty,et al.
DECISION MAKING WITH THE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
,
2008
.
[3]
T. Saaty,et al.
A Framework for Making a Better Decision
,
2006
.
[4]
Reclamation of Ex-Mining Land for Agricultural Extensification
,
2012
.
[5]
DESAIN TAMBAK SILVOFISHERY RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG : STUDI KASUS KELURAHAN SAMATARING, KABUPATEN SINJAI
,
2013
.
[6]
Model Agroforestri untuk Rehabilitasi Lahan di Spoilbank Dam Bili-Bili Kabupaten Gowa
,
2014
.
[7]
Citra Asmara Indra.
Implikasi Terbitnya Regulasi Tentang Pertimahan Terhadap Dinamika Pertambangan Timah Inkonvensional Di Pulau Bangka
,
2014
.
[8]
Efektivitas Program Reklamasi Pasca Tambang Timah Di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka
,
2015
.
[9]
ANALISIS PENDAPATAN PETANI SILVOPASTURA DI DESA AMAN DAMAI, KECAMATAN SIRAPIT, KABUPATEN LANGKAT
,
2016
.
[10]
Environment Friendly Open Pit Mining Systems and Reclamation Post-Mining Efforts to Improve the Quality of Land Resources and Soil Biodiversity
,
2017
.