Membumikan Ilmu Sosial Profetik: Reaktualisasi Gagasan Profetik Kuntowijoyo dalam Tradisi Keilmuwan di Indonesia
暂无分享,去创建一个
Abstract
Not only does modernization offer technological sophistication and
convenience for all human activities, but this phenomenon also presents a
phase called the post-truth era. This phenomenon occurs when the loss of the
existence of scientists or intelligentsia by the anti-intellectualism movement
which is called the death of expertise. The term death of expertise which was
popularized by Tom Nichols eventually became so popular globally
including in Indonesia. At least the post-truth era, the death of expertise and
the industrial revolution 4.0 became a very popular issue in Indonesia, so that
it indirectly showed stuttering and acute inferiority in the scientific tradition
in Indonesia. Because in the 90s the Indonesian Muslim scholar
Kuntowijoyo had dismissed the phenomena and problems of modern society
through his collection of essays such as Muslims without Mosques and
Political Identity of Muslims. Therefore this paper uses a descriptive
qualitative approach aimed at describing the urgency of the re-actualization
and revitalization of prophetic social science in the perspective of
Kuntowijoyo's thoughts. In addition, the Prophetic Social Sciences (ISP) is
also placed in the Indonesian context so that Indonesia is able to have an
authentic scientific tradition, and be able to deliver the Indonesian people to
face all the challenges of changing times without losing the humanity and
rationality. Furthermore, this paper also presents the problem of the
development of science in Indonesia to highlight the urgency of the
reactualization of prophetic Social Sciences in the scientific tradition in
Indonesia.
Keywords: Reactualization, Prophetic Social Sciences and Kuntowijyo.
Abstrak
Modernisasi tidak hanya menawarkan kecanggihan teknologi serta
kemudahan bagi segala aktivitas manusia, tetapi fenomena ini turut
menghadirkan sebuah fase yang disebut sebagai era pasca kebenaran.
Fenomena ini terjadi ketika hilangnya eksistensi ilmuwan atau kaum
intelegensia oleh gerakan anti intelektualisme yang disebut sebagai matinya
kepakaran. Istilah matinya kepakaran yang dipopulerkan oleh Tom Nichols
tersebut akhirnya menjadi begitu populer secara global termasuk di
Indonesia. Setidaknya era pasca kebenaran, matinya kepakaran dan revolusi
industri 4.0 menjadi isu yang sangat digemari di Indonesia, sehingga secara
tidak langsung memperlihatkan kegagapan dan inferioritas akut dalam tradisi
keilmuwan di Indonesia. Sebab di era 90-an cendikiawan Muslim Indonesia
Kuntowijoyo telah menganggas fenomena dan problematika masyarakat
modern melalui kumpulan esai-esainya seperti Muslim tanpa Masjid dan
Indentitas Politik Umat Islam. Oleh karenanya tulisan ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif bertujuan memaparkan mengenai urgensi
dari reaktualisasi dan revitalisasi ilmu sosial profetik dalam persfektif
pemikiran Kuntowijoyo. Selain itu, Ilmu Sosial Profetik (ISP) ini turut
diletakkan dalam konteks keindonesia sehingga Indonesia mampu memiliki
tradisi keilmuwan yang autentik, serta mampu mengantarkan bangsa
Indonesia menghadapi segala tantangan perubahan zaman tanpa kehilangan
sisi humanitas dan rasionalitas. Selanjutnya, dalam tulisan ini turut
dihadirkan problematika pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia
untuk menegaskan urgensi dari reaktualisasi Ilmu Sosial profetik dalam
tradisi keilmuwan di Indonesia.
Kata kunci: Reaktualisasi, Ilmu Sosial Profetik dan Kuntowijyo.